Wednesday, 29 October 2014

Oberon di Antara Nisan Para Bintang

Mungkin suatu hari, saat tanah di bawah kakiku berhenti bergetar dan abaimu akan kehadiranku berhenti membuatku sesak napas, aku akan berhenti melihatmu sebagai Oberon yang emas, berparas halus, dan bersinar. Berhenti mengamatimu diam-diam dari rongga gelap di kejauhan seperti yang dilakukan Echo pada Narcissus. Kau bukan lagi raja peri atau makhluk yang mampu membuat bunga layu akan kecemburuan pada dirimu. Bukan lagi Smaug yang merisaukanku akan ancaman seratus lima puluh tahun. Kau akan jadi dirimu. Seonggok daging membungkus tulang yang dilapisi kulit dan bisa bicara. Manusia yang menengadah terus menatap Saturnus dan cincinnya, meyakini bahwa takdir menyimpankan sesuatu di sana untukmu, hingga kau lupa bahwa ada seseorang yang akan menghadiahkanmu palung laut dan magma gunung. Melukiskan bunyi rintik hujan dan membekukan Sahara, jika kau minta. 

Jadi, teruslah tatap kekosongan hitam itu. Sampai kau sadar bahwa dunia telah berakhir dan kau telah berhenti bernapas, menghabiskan hidupmu bermimpi mengatur ulang angkasa. Teruslah tatap sang latar gelap, sampai akhirnya kau menyadari bahwa dunia yang ingin kau pijak dan tinggali itu hanyalah kuburan bintang-bintang.


Sleman, 29 Oktober 2014


No comments:

Post a Comment