Purnama berpendar di sudut malam
Di atas selembar kelir biru kelam
Luruh, rendah hati, ringan, lembut, temaram
Memandang dunia yang berbaring dengan mata terpejam
Jembatan tua terbentang di atas ular air
Pepohonan bergeming, tak terusik angin
Tempat berabad lalu wanita tua merangkai syair
Alis bertaut, bermantel panjang penahan dingin
Selembar kerudung kuning terbang
Pemiliknya hanya tinggal bayangan
Letih, sang hamba Tuhan terus mengenang
Meratapi dunia yang penuh ketidakadilan
Untaian bulu aneka warna
Merak, merpati, elang yang perkasa
Cita-cita sang kakak tak pernah sirna
Hingga tubuh dimakan usia
Sepatu yang ditukar bulu ekor merak
Kerikil di bawah kaki berderak-derak
Jejak darah di jalan tanah
Terkenang sang kakak akan rumah
Peri kecil di naungan pohon kertas
Di manakah engkau berada?
Sang hamba Tuhan mendongak ke atas
Menangkupkan tangan, berdoa
Alur hidup ini, adikku, siapa yang tahu
Sang kakak mengirim pesan lewat kerudung kuning
Berharap si empunya mendengar bisikan itu
Meski kenangan telah menjadi puing
Pesan itu tak panjang, tak mengharap jawaban:
Mereka bilang aku akan masuk ke air,
yang tak lama lagi akan menenggelamkanku.
Sebelum aku terjun, aku meninggalkan ini
di tepian untukmu.
Semoga kau menemukannya, adikku,
jadi kau akan tahu apa yang ada di hatiku
saat aku tenggelam.
c, b. e. w~
April 3rd, 2014
No comments:
Post a Comment