Tiga tahun. Senang, sedih, ketawa, nangis bareng.
Aku bakal kangen kalian.
Aku bakal kangen banget kata 'kita'.
Aku bakal kangen banget perasaan haru itu,
saat satu dari kita dipanggil karena memenangkan kejuaraan.
Tiga tahun ke depan, bakal ingatkah kalian dengan perjalanan kita ke Bali? Bus apa yang kita naiki? Dangdut koplo yang kita dengar pukul lima pagi? Tanah Lot dan Taman Safari?
Dua tahun ke depan, bakal ingatkah kalian dengan kegalauan kita nungguin hasil TPM? Ada yang menangis, ada yang tersenyum. Tapi pada akhirnya kita ada untuk yang lain, siap untuk menjadi a shoulder to cry, a clown to wash away the tears.
Satu setengah tahun ke depan, bakal ingatkah kalian betapa menderitanya kita lari-lari moving class setelah pelajaran olahraga? "Patah kaki!" kita bilang. Tapi kita tetap tertawa riang tanpa peduli setelah itu seluruh badan meriang tak karuan.
Satu tahun ke depan, bakal ingatkah kalian saat-saat kita begadang mengerjakan tugas? 70 soal per hari? 2 indikator tiap pertemuan? Menguber guru untuk bertanya dan membahas soal bersama di donat setengah?
Karena aku akan rindu sekali. Aku takut aku akan lupa. Lupa rasanya jadi pra-remaja. Lupa rasanya jadi anak SMP pemalas. Lupa rasanya jadi teman kalian.
Dan akhirnya, enam bulan ke depan, bakal ingatkah kalian sedikit tentang Erika? Anak pecicilan yang selalu terlambat, jarang mengerjakan tugas, culun, bau rokok karena seangkot dengan bapak-bapak yang merokok, anak aneh alay yang kalo ngomong suka nyakitin hati.
Aku takut kalian lupa. Lupa akan eksistensi kita setelah tiga tahun yang berlalu secepat kedipan mata. Lupa bahwa ada kita yang lain di masa lalu, berbaur, sama, saling peduli, tidak lelah menyemangati satu sama lain, kecil, bingung, bahagia, mencari jati diri.
Entah. Tapi kalau kalian lupa, mungkin hatiku akan seperti kertas yang digumpal dan diremas.
Tapi jika aku lupa, akankah hati kalian menjadi gumpalan-gumpalan kertas yang rapuh juga?
Karena pada dasarnya semua manusia sama, memiliki sifat bunglon, hati kita menyesuaikan keadaan, bukan keadaan yang menyesuaikan hati. Hanya bergantung pada satu pertanyaan: "Pedulikah kamu?"
Dan kebanyakan dari kita akan peduli. Peduli karena hati mengingat memori. Mau tak mau, hati yang peduli selalu gampang tersakiti.
I don't know, but.. I think..
our hearts are Paper Hearts
SEDIIIIIIIH :(((((
ReplyDeleteaku ga mau lupa kalian! Kenangan kita terlalu berhargaaa
aku jugaaaa. *aa kita alay :p
ReplyDeleteDuuuuh, pen tak hapos komentku -_-
ReplyDeleteMALU abieeeeesthhhhh