Seperti juga aku, namamu siapa bukan?
Kau melihat langit yang sama, merasakan desir angin yang sama berseteru dengan rembulan.
Di bawahmu, tanah berderak dalam diam.
Hingar bingar di antara ketiadaan.
Tahun-tahunmu tersiram rumpun jarum, dibingkai ilalang, dan kau terus terduduk hingga kau dapat kembali berdiri.
Saat itu belum juga sampai -- mungkin tak akan pernah -- sejauh yang kau ingat.
Dalam ingatanmu, langit itu selalu biru warnanya, selalu warna biru yang salah, warna biru yang tak kau setujui.
Sepasang lututmu tak mau lagi menopang tubuhmu jika langit terus membangkangmu seperti itu.
Jadi kau terduduk, menunggu.
Lama.
Tapi langit belum juga berubah menjadi seperti yang kau inginkan.
Dan kau menunggu hingga ia berubah hitam, karena hitam patuh padamu.
Menjagamu.
Hitam tidak pernah ingkar janji.
Hobbledehoy
"... Facts can obscure the truth."- Maya Angelou
Thursday, 15 September 2016
Wednesday, 7 September 2016
hai ._.
udah lama aku nggak curhat. akhir-akhir ini blog isinya cuma sampah photoshop dan kata-kata usil yang keserimpet di kepala pas sedang berguling gelisah di kasur, mencoba tidur.
akhir masa sma. maaf, kali ini kita lowercase-an ria dulu. akhir masa sma, awal yang baru. glek.
akhir masa sma-ku uneventful, kalian bisa bilang begitu. aku berhasil lulus, sama kayak yang lainnya. aku ga kena snmptn seperti beberapa dari temen-temenku.aku ikut sbmptn, sama kayak ribuan pelajar di indonesia yang lain. aku sama dengan kalian.
tapi tahun terakhir sma-ku sarat kegelisahan. mungkin itu yang nggak sama dengan kalian. awal yang baru ini beban. aku nggak pernah bayangin bakal gini akhirnya.
gini gimana?
gini gimana? gini itu pindah ke sebuah tempat yang jauh dari rumah, ranselmu berat dengan barang-barang dan pernak-pernik yang akan kalian rindukan semisal ditinggal. anxiety-mu memuncak. tempat baru. teman baru. kebiasaan baru.
ahh kedengeranya biasa kan? toh banyak anak kuliah merantau. yakan?
tapi masalahnya bukan di situ. pas aku nulis ini aku di kamar, yang aku tempati selama enam jam terakhir, dengan pikiran yang gak mau diajak kompromi. pikiran ini nggak mau diajak istirahat. tanganku keringetan dan anxiety sialan itu, yang sebenarnya udah ada dari lama hanya baru disadari keebradaannya di tahun terakhir sma, is wrecking my brain, tossing me like rags in a washing machine.
ini bukan tempatmu, katanya.
ini bukan yang kamu mau
kenapa kamu biarkan orang lain memilihkan masa depanmu?
kalian gausah takut. aku belum depressed kok. aku nggak depressed. iya kok aku baik baik saja. mungkin ini proses penyesuaian atau apalah itu. maybe in a few week's time i'll be fine.
tapi aku nggak bisa deny kalau ini emang bukan yang aku mau. salah nggak sih, minta kesempatan untuk memperjuangkan passion-mu? is that too much to ask? mungkin.
aku fully aware kok nulis disini mungkin ada yang baca mungkin tidak. aku nggak minta disemangati. aku cuma butuh ini untuk keluar, gitu aja.
aku cuma pengen bilang that i'm not okay.
aku cuma butuh fakta bahwa aku mempertimbangkan untuk memulai lagi tahun depan itu, ada saksi bisunya.
udah gitu aja.
udah lama aku nggak curhat. akhir-akhir ini blog isinya cuma sampah photoshop dan kata-kata usil yang keserimpet di kepala pas sedang berguling gelisah di kasur, mencoba tidur.
akhir masa sma. maaf, kali ini kita lowercase-an ria dulu. akhir masa sma, awal yang baru. glek.
akhir masa sma-ku uneventful, kalian bisa bilang begitu. aku berhasil lulus, sama kayak yang lainnya. aku ga kena snmptn seperti beberapa dari temen-temenku.aku ikut sbmptn, sama kayak ribuan pelajar di indonesia yang lain. aku sama dengan kalian.
tapi tahun terakhir sma-ku sarat kegelisahan. mungkin itu yang nggak sama dengan kalian. awal yang baru ini beban. aku nggak pernah bayangin bakal gini akhirnya.
gini gimana?
gini gimana? gini itu pindah ke sebuah tempat yang jauh dari rumah, ranselmu berat dengan barang-barang dan pernak-pernik yang akan kalian rindukan semisal ditinggal. anxiety-mu memuncak. tempat baru. teman baru. kebiasaan baru.
ahh kedengeranya biasa kan? toh banyak anak kuliah merantau. yakan?
tapi masalahnya bukan di situ. pas aku nulis ini aku di kamar, yang aku tempati selama enam jam terakhir, dengan pikiran yang gak mau diajak kompromi. pikiran ini nggak mau diajak istirahat. tanganku keringetan dan anxiety sialan itu, yang sebenarnya udah ada dari lama hanya baru disadari keebradaannya di tahun terakhir sma, is wrecking my brain, tossing me like rags in a washing machine.
ini bukan tempatmu, katanya.
ini bukan yang kamu mau
kenapa kamu biarkan orang lain memilihkan masa depanmu?
kalian gausah takut. aku belum depressed kok. aku nggak depressed. iya kok aku baik baik saja. mungkin ini proses penyesuaian atau apalah itu. maybe in a few week's time i'll be fine.
tapi aku nggak bisa deny kalau ini emang bukan yang aku mau. salah nggak sih, minta kesempatan untuk memperjuangkan passion-mu? is that too much to ask? mungkin.
aku fully aware kok nulis disini mungkin ada yang baca mungkin tidak. aku nggak minta disemangati. aku cuma butuh ini untuk keluar, gitu aja.
aku cuma pengen bilang that i'm not okay.
aku cuma butuh fakta bahwa aku mempertimbangkan untuk memulai lagi tahun depan itu, ada saksi bisunya.
udah gitu aja.
Tuesday, 27 October 2015
Sunday, 27 September 2015
I was woken up with a seething rage this morning. It was a bitmap of you, black and white, with your arm around her like a shield, pursed lips, half-lidded eyes.
I've never felt so dizzy.
You used to be a safe place for me to retreat when things go wrong, when I want to reach for something but they're just too far away and I couldn't accept that. You and your soulful voice like butter dripping, like waves hitting rocks on a windy Saturday. You and your hazel eyes, brooding in vacancy like you know you've got nothing to lose. The ink on your skin. The glide of your hands on round surfaces, on any surface.
I couldn't have that anymore. You're too different now. Are you even 'you' anymore? Are you the same person I trusted my heart with years ago?
These questions are killing me, and every substance in my veins are loathing the stunts you pulled. But my skin crawls at the thought of losing you forever, even if it's just a consideration.
I hate you. Please come back. Be the person I knew.
Can you hear that?
I hate you so much, now please slip back into the shell you've long forgotten, so that I can recognise you.
Let me know you once more.
Subscribe to:
Posts (Atom)